Gangguan Mental Health

Gangguan Mental Health

Mental health kerap kali dianggap sebagai suatu hal yang enteng. Tidak jarang masyarakat menghubungkan gangguan mental health dengan hal yang berbau mistis, ada yang mengatakan kesurupan, kerasukan arwah nenek moyang dan lain sebagainya. Mungkin ya itu benar tetapi hanya untuk segelintir orang saja. Memahami gangguan mental health adalah suatu urgensi bagi saya, kita, masyarakat. Jangan menganggap  gangguan mental health adalah sesuatu yang tabu atau malahan dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting. Jangan menganggap gangguan mental health adalah aib keluarga. Seperti contoh, banyak sekarang orang yang dianggap gila biasanya dipasung di rumahnya, diperlakukan seperti binatang dengan jatah makan yang sedikit. Tak jarang korbannya adalah orang yang telah berusia. Korban akan menjadi aib keluarga yang pasti menjadi bahan cibiran atau gosip yang mengarah pada hal yang negatif, tidak hanya itu korban juga kerap dikucilkan dan di-diskriminasi. Pandangan masyarakat yang seperti ini telah membudaya dari satu turunan ke turunan yang lain, pemahaman yang sangat minim tentang gangguan mental health mengakibatkan adanya perlakuan-perlakuan seperti ini di lingkungan masyarakat terhadap ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa)

Menurut survei Global Health Data Exchange terdapat sejumlah 27,3 juta orang yang mengalami masalah kejiwaan di Indonesia pada tahun 2017. Selain itu, Indonesia menempati nomor satu menjadi negara yang memiliki jumlah pengidap gangguan jiwa tertinggi di Asia Tenggara, dan anxiety disorder menjadi jenis gangguan jiwa tertinggi yaitu 8,4 juta jiwa. Disusul dengan depresi yang diidap oleh 6,6 juta orang dan gangguan perilaku sebanyak 2,1 juta orang.

Ini tidak sedikit meskipun banyaknya populasi atau jumlah masyarakat yang di miliki Indonesia. Data di atas adalah sebuah urgensi bersama bagi masyarakat Indonesia. Dengan begitu, literasi tentang gangguan mental health harus digencarkan dan digalakkan untuk masyarakat Indonesia baik dari segala lapisan. Literasi ini dapat diperdalam dengan memberikan literatur-literatur yang menarik bagi masyarakat dan dapat didistribusikan melalui perpustakaan keliling. Selain itu, penambahan materi tentang gangguan mental health pada jenjang SMP juga dapat dilakukan, tak menutup kemungkinan webinar tentang gangguan mental health juga dapat segera diadakan dengan demikian harapan pengetahuan tentang gangguan mental health semakin bertambah dan pemahaman mengenai gangguan mental health tidak dianggap remeh.

Gangguan mental health dapat disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yaitu faktor biologis dan psikologis. Untuk penyebab secara konkrit dan spesifik masih belum dapat dipastikan hingga sekarang. Faktor biologis dapat berupa: gangguan saraf, kelainan, kekurangan oksigen pada otak bayi, penyalahgunaan NAPZA, kekurangan nutrisi selain biologis, ada psikologis yang berupa:peristiwa traumatik, kurang mampu bergaul, kesepian. Selain penyebab, penyakit Gangguan mental health dapat ditandai dengan gejala-gejala tertentu seperti: delusi, halusinasi, moody, gangguan makan, cemas berlebih, kecanduan nikotin, terlalu banyak menghabiskan energi untuk marah, dan perilaku yang tidak wajar (berteriak, berbicara, tertawa sendiri). Tetapi gejala ini tidak muncul secara langsung, biasanya diikuti oleh kebiasaan-kebiasaan kecil yang dibawa sampai besar dan menjadi suatu gejala. 

Ditambah lagi di era pandemi COVID-19 ini tidak menutupi bahwasannya keadaan yang membosankan seperti: berdiam diri di rumah, mall sangat dibatasi, tempat liburan ditutup sementara. Keadaan seperti ini dapat menyebabkan gangguan mental health. Kebosanan yang terus menerus hampir di kehidupan individu dapat menuju ke depresi dimana depresi ini dapat menjadi  gangguan mental health yang bermacam-macam. Oleh karena itu, dengan di rumah saja, manusia harus pandai-pandai beradaptasi untuk tetap produktif dan menciptakan situasi baru, agar bosan tidak menjadi penyebab gangguan mental health seseorang.

Comments